Penjurian IDEAS 2024: Inklusi Keuangan untuk Masa Depan

Share post
Penjurian hari pertama IDEAS 2024 yang berlangsung secara hibrida di Jakarta, Kamis (20/6/2024). Foto: Yoga/HUMAS INDONESIA.

Ragam topik pada kategori equity, social, dan government (ESG) dipaparkan dalam penjurian Indonesia DEI & ESG (IDEAS) Awards 2024. Beberapa peserta fokus pada isu literasi dan inklusi keuangan. Seperti apa?

JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Inklusi keuangan atau akses efektif ke layanan perbankan oleh masyarakat berusia produktif, merupakan elemen kunci bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan merata. Pencapaian akan kondisi tersebut makin hari kian gencar diupayakan berbagai lembaga, seperti terbuktikan dari para peserta kompetisi Indonesia DEI & ESG (IDEAS) Awards 2024.

Dalam sesi penjurian hari pertama yang berlangsung secara hibrida di Jakarta, Kamis (20/6/2024), tak sedikit dari para peserta di kategori equity, social dan government (ESG), unjuk kebolehan praktik terbaik mereka dalam mengomunikasi isu inklusi keuangan. PT Bank Raya Indonesia Tbk. salah satunya. Anak usaha BRI itu diketahui punya program corporate social responsibility (CSR) untuk mendorong perluasan literasi dan inklusi keuangan.

Dijelaskan oleh Kepala Bagian BT Bank Raya Indonesia Tbk. Bangkit Anugrah, melalui program CSR tersebut pihaknya ingin menegaskan urgensi pengadopsian sistem digital yang akan memudahkan pelaku usaha menjalankan operasional harian. “Terdapat tiga pilar penerapan CSR yang menyasar pelaku UMKM, mahasiswa, agen BRILink dan Pegadaian, juga investor,” ujarnya di hadapan dewan juri.

Ia merinci, implementasi pilar pertama yakni sosial ekonomi berupa bantuan peralatan penunjang kelompok usaha dan pelatihan pengelolaan keuangan operasional UMKM. Disusul pilar lingkungan yang meliputi pelestarian alam dan pengelolaan sampah terpadu. Kemudian pilar pendidikan berupa edukasi literasi dan inklusi keuangan kepada masyarakat, serta beasiswa pelajar.

Untuk pilar pendidikan, kata Bangkit, pihaknya menjalankan program komunikasi dalam bentuk webinar bertajuk “Inspiraya” dengan beragam topik seperti Merdeka Finansial dengan Pengelolaan Keuangan yang Baik. Selain itu, tambahnya, media sosial perusahaan juga diisi dengan berbagai konten edukatif.

Daerah 3T

Selaras dengan PT Bank Raya Indonesia Tbk., Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) juga punya program literasi keuangan bertajuk Cinta, Bangga, Paham Rupiah di Tepian Negeri. Pembedanya, inisiatif tersebut mereka jalankan di daerah terdepan, terluar, dan terpencil (3T), yang menghadirkan tantangan tersendiri.

Damar Suratama yang mewakili Kantor Perwakilan BI Provinsi Kaltara menjelaskan, pihaknya menerapkan pendekatan PESO (paid, earned, shared, owned) Model dalam mengomunikasikan program literasi keuangan tersebut. Aspek paid dipenuhi dengan memaksimalkan iklan di Instagram, media massa baik cetak, TV maupun radio, hingga baliho.

Sementara untuk aspek earned diupayakan lewat berjejaring dengan media massa, untuk mendapatkan publikasi setiap kali lembaga melaksanakan kegiatan. Selain itu, kata Damar, pihaknya juga gencar mengundang influencer di wilayah Kaltara, menobatkan Duta CBP 2023, hingga menunjuk key opinion leader (KOL)-Camat Sebatik Tengah, untuk mengupayakan aspek kedua dalam PESO Model tersebut. “Kami juga memaksimalkan potensi media sosial dan media lainnya untuk aspek shared dan owned agar dapat menjangkau audiens dengan tepat sasaran,” paparnya.

Lebih lanjut Damar menjabarkan, dalam program literasi keuangan tersebut pihaknya turut menyasar sekolah-sekolah di daerah 3T lewat buku Rupiah dalam Diksi (2023), yang berisi cerita pendek dan puisi tentang kecintaan terhadap rupiah. Di tahun ini, katanya, lewat kolaborasi dengan Komunitas Literasi Tarakan juga diterbitkan buku dongeng berjudul Perjalanan Selembar Rupiah untuk anak-anak usia dini.

Terlepas dari sederet taktik komunikasi yang digencarkan, Damar mengakui, pihaknya masih menemukan hambatan dalam menjalankan literasi keuangan di daerah 3T. Utamanya mengenai format informasi yang ternyata kurang disukai oleh gen Z dan milenial di Kaltara. Belum lagi soal kendala penyebaran informasi menggunakan media konvensional, dan gaya hidup sub-urban di sana. “Mereka cenderung merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki saat ini, sehingga tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk lebih berkembang secara ekonomi,” tutupnya. (AZA)


Share post

Tentang Penulis
Humas

Humas