Ketahui Tips Membangun Brand Organisasi

Share post
Membangun brand

Brand kita adalah apa yang orang lain katakan di saat kita tidak berada di ruangan itu. Lalu bagaimana membangun brand organisasi dengan maksimal?

JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Membangun persepsi, menentukan positioning, serta membuat brand yang berbeda dengan yang lain sudah menjadi tugas praktisi humas di organisasi. Menurut Agung Laksamana, EVP Government Relations, External Affairs and Corporate Communications Freeport Indonesia, dalam membangun brand organisasi, humas membutuhkan peta jalan (roadmap) yang jelas dan terarah.

Dalam sesi “Corporate Communications Talk: Synergy of Financial Industry with The Media”, pertengahan April lalu, Agung membagikan tips cara humas membangun brand organisasi dengan peta jalan (roadmap).

Pertama, mengetahui tujuan yang ingin dicapai. Baik itu tujuan pimpinan, tujuan bisnis, maupun tujuan dari program komunikasi. Kedua, mengenali stakeholder kunci secara spesifik dari regulator, influencer, leader, key opinion leader (KOL), NGO, sampai asosiasi.

Ketiga yakni mengetahui positioning perusahaan. Misalnya, sebagai perusahaan yang bertanggung jawab, berkelanjutan, memberikan solusi kepada pelanggan, unggul di bidang pelayanan pelanggan, perusahaan inovatif, atau menjadi perusahaan yang memberikan kontribusi terhadap pancapaian SDGs. Keempat, memanfaatkan kanal paid, earned, shared, owned (PESO) media. “Praktisi humas di era digital kini tidak lagi hanya bertindak sebagai komunikator, tetapi juga produser, penerbit, sekaligus influencer,” tuturnya.

Agung melanjutkan, influencer di sini tidak sebatas memengaruhi namun mampu membangun hubungan, engagement, serta komunikasi mengenai produk ataupun konten brand. Menariknya, lanjut Agung, nano influencer yang pengikutnya cenderung tidak terlalu banyak justru mampu memberikan nilai pengembalian (return) yang jauh lebih besar daripada mega influencer. Alasannya, saat ini audiens cenderung lebih percaya kepada orang yang memiliki kesamaan personalitas, permasalahan yang dihadapi, serta ramah.

Kelima, output yang diharapkan. Bentuk outpunya beragam, bisa berupa memengaruhi audiens, kebijakan, engagement, mengedukasi pelanggan secara berkelanjutan, lisensi untuk beroperasi, operasi tanpa gangguan, memperoleh pendanaan, mendapatkan kepercayaan, perubahan persepsi, hingga reputasi.

Keenam adalah adaptif. Humas dapat melakukan penilaian secara terencana untuk memantau lanskap bisnis secara menyeluruh, menyelaraskan antara tujuan program komunikasi dengan bisnis, mengetahui positioning perusahan di antara kompetitor, hingga efektivitas penggunaan kanal-kanal media.

Selanjutnya adalah memahami karakteristik serta kebiasaan audiens. Sehingga, praktisi humas mampu terhubungan dengan audiens baik dalam jaringan maupun luar jaringan. Kedelapan, memahami cara untuk menjangkau audiens. Kesembilan, karyawan adalah yang utama. “Segala sesuatu harus dimulai dari dalam, terkadang kita lupa bahwa digital brand ambassador itu seharusnya karyawan,” ujarnya.

Selanjutnya, membuat segala sesuatunya menjadi personal. Terakhir, storynomic. Maksudnya, praktisi humas harus mampu menyampaikan kisahnya melalui konten. “Karena setiap perusahan adalah media. Kita semua memiliki kisah untuk diceritakan,” tutupnya. (ais/fsb)


Share post

Tentang Penulis
Humas

Humas