Kisah Ja’far bin Abu Thalib yang berhasil menaklukan hati Raja Najasyi lewat gaya komunikasinya, menjadi bukti bahwa dirinya merupakan sosok yang andal di bidang humas.
YOGYAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Ja’far bin Abu Thalib adalah sosok yang tidak asing bagi umat Muslim. Ia adalah anak dari paman Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib. Sepupu Rasulullah itu juga merupakan kakak dari Khalifah ke-4, yaitu Ali bin Abu Thalib.
Dilansir dari buku Kiat Hebat Public Relations ala Nabi Muhammad SAW (2013) karya Iqra’ al-Firdaus, Ja’far ternyata memiliki kemahiran dalam kehumasan. Hal tersebut terbukti salah satunya lewat pengalamannya saat berhadapan dengan Raja Najasyi, yang kala itu memimpin Kerajaan Habasyah.
Dikisahkan, pada saat itu Rasulullah mengutus Ja’far untuk memimpin kelompok Muslim yang melakukan hijrah ke Negeri Habasyah, seiring meningkatnya jumlah kaum Quraisy yang tidak menyukai Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya.
Singkat cerita, kedatangan Ja’far beserta kelompoknya diterima baik oleh Raja Najasyi yang merupakan Nasrani taat. Namun, kemudian kaum Quraisy mengutus Amr Bin Ash untuk menyebarkan narasi seolah-olah agama Islam telah memandang remeh Nabi Isa AS. Tujuannya agar Raja Najasyi merasa terhina.
Ja’far pun turun tangan untuk menenangkan sang raja, sekaligus mengklarifikasi kebenaran yang sesungguhnya. Dengan sikap tenang, sepupu Rasulullah itu mulai melancarkan teknik komunikasi yang santun, dengan membacakan Alquran Surah Maryam ayat ke-14, kemudian menerangkan pandangan Islam tentang Nabi Isa dan ibundanya.
Patut Diteladani Humas
Dari kisah tersebut, dapat diungkap tiga sifat Ja’far bin Abu Thalib yang perlu dipelajari seorang praktisi humas. Pertama, Ja’far memiliki etos sebagai sumber kepercayaan (sources credibility), dibuktikan dengan amanah Rasulullah untuk memimpin hijrah dan memastikan kelompoknya hidup damai selama 10 tahun di Kerajaan Habasyah.
Hal kedua yang bisa dipelajari praktisi humas dari Ja’far adalah kemampuan memikat lawan bicara (pathos), sebagaimana ia buktikan dengan keberhasilan mengubah pandangan Raja Najasyi yang pada akhirnya mengusir Amr bin Ash.
Adapun yang ketiga, Ja’far memiliki penalaran akademik yang sistematis (logos). Ketika berkomunikasi dan menyampaikan pemahaman Islam kepada Raja Najasyi, Ja’far tidak hanya menggunakan asumsi tetapi menyertakan data dan pembuktiannya. Kemampuan komunikasi yang demikian berhasil meyakinkan sang raja bahwa Islam memercayai Isa sebagai utusan Allah. aza
