
Ada beberapa faktor penyebab belum maksimalnya pelayanan digital di Indonesia. Apa saja?
YOGYAKARTA, HUMASINDONESIA.ID – Pemerintah telah mendorong penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) di daerah dan pusat. Kebijakan SPBE tersebut turut mengatur penyelenggaraan pelayanan publik lembaga pemerintah secara digital.
Menurut Prof. Diah Natalisa, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk “Pengembangan dan Pemanfaatan AI untuk Digital Government Seri 2” yang diselenggarakan oleh KORIKA secara virtual, Jumat (10/3/2023), langkah digitalisasi pelayanan publik ini sebenarnya sudah gencar dilakukan oleh berbagai instansi penyelenggara pelayanan pulik di Indonesia. Namun, belum optimal karena sifatnya masih parsial.
Perempuan yang pernah mendapatkan penghargaan Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Pratama oleh Presiden Joko Widodo tersebut juga menyinggung permasalahan pelik pelayanan digital institusi pemerintah di Indonesia. Ia merangkum beberapa faktor penyebab belum maksimalnya pelayanan digital di Indonesia.
Pertama, setiap instansi pemerintah berlomba-lomba membuat pelayanan publik berbasis elektronik. Fenomena yang terjadi saat ini banyak ditemukan satu instansi pemerintah yang menyediakan lebih dari satu aplikasi digital untuk pelayanan publik. Namun, karena proses perencanaan berkelanjutan tidak dilakukan secara berkelanjutan, malah menimbulkan pemborosan dari segi sumber daya. Selain itu, manfaatnya juga terasa kurang optimal.
Kedua, masyarakat dituntut untuk mengunduh banyak aplikasi yang disediakan oleh pemerintah daerah dan pusat. Kondisi ini membuat kebingungan di tengah publik.
Ketiga, platform pelayanan digital yang tidak terintegrasi antara satu dengan yang lain. Alih-alih memberikan efek kemudahan, masyarakat justru harus bekerja dua kali karena harus berulang kali menginput data personal di setiap aplikasi.
Keempat, banyaknya platform pelayanan digital yang tidak dikelola dengan baik serta tidak sesuai standar. Dilansir dari solopos.com, dari 27.400 aplikasi pelayanan publik milik pemerintah pusat dan daerah di tahun 2021, hanya sebesar 3% aplikasi yang memenuhi kualifikasi standar aplikasi global. (AZA)
