Perubahan iklim mempunyai dampak yang mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, baik pemerintah atau swasta berlomba-lomba dalam menerapkan aspek environmental, social, governance (ESG).
Isu perubahan iklim sebenarnya telah lama menjadi perbincangan. Tahun 1986, misalnya, Svante Arrhenius, ilmuwan asal Swedia, mempublikasikan makalah yang menunjukkan bahwa karbon dioksida di atmosfer dapat menyebabkan pemanasan global. Kemudian pada 1992, menjadi awal titik balik perhatian dunia terhadap perubahan iklim. Ketika itu berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brasil. Dalam konferensi tersebut, 154 negara menandatangani perjanjian internasional pertama yang membahas perubahan iklim, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).
Perubahan iklim ini akhirnya membuat masyarakat dunia makin menyadari pentingnya menciptakan bumi yang berkelanjutan. Salah satunya, dengan menerapkan aspek environmental, social, governance (ESG). Dalam konteks komunikasi, Emilia Bassar, CEO Center for Public Relations, Outreach and Communications (CPROCOM), kepada PR INDONESIA, Jumat (6/10/2023), memandang perubahan iklim memiliki urgensi kuat untuk disuarakan.