Endra Saleh Atmawidjaja - Kepala Biro Komunikasi Publik KemenPUPR : Konsistensi Membangun 'Trust' (Bag. 2)

Share post
Roni/PR Indonesia

“Keterbukaan (kami) itu bukan dalam rangka KemenPUPR ingin populer,  melainkan semata-mata wujud laporan kita kepada publik.”

Apa krisis yang pernah dihadapi KemenPUPR dan menurut Anda paling menantang?

Jembatan Cisomang. Jembatan yang berlokasi di Tol Cipularang itu bergeser 47 cm. Beritanya viral sehari sebelum libur Natal 2016. Saya ingat betul kejadiannya karena ini pertama kalinya saya mengelola krisis.

Jadi, ketika saya pertama kali menerima konsep rilis dari Ditjen Bina Marga KemenPUPR, saya merasa bahwa rilis tersebut akan kontraproduktif dengan maksud yang ingin kami sampaikan kepada masyarakat. Di situ memang disebutkan penyebab jembatan bisa bergeser dan lain sebagainya. Tapi pertanyaannya, apakah publik membutuhkan informasi itu saat krisis?

Saya kemudian mencoba memosisikan diri sebagai masyarakat. Pertanyaan yang muncul di benak saya ketika itu, “Apakah jembatan itu bisa dilewati? Kalau ya, jalur mana yang boleh dilewati? Risikonya apa? Kalau tidak boleh dilewati, lewat mana jalur alternatifnya? Kalau mau diperbaiki, kapan selesainya?” Jadi, kita harus masuk ke nalar publik. Kenali apa yang menjadi pertanyaan publik.

Akhirnya, saya tutup kalimat-kalimat pada bagian atas dari konsep rilis yang diberikan oleh Ditjen Bina Marga. Saya ambil kalimat yang bagian bawah, untuk kemudian saya letakkan di paragraf paling atas. Pada konsep rilis yang kami sempurnakan itu, kami sama sekali tidak menjelaskan detail penyebab jembatan itu bergeser sejauh 47 cm. Kami hanya mengatakan bahwa KemenPUPR bertanggung jawab atas keselamatan pengguna jalan di mana pun mereka berada. Keselamatan adalah aspek penting yang harus kami jamin. Baru setelah itu, kami mengatakan, Jembatan Cisomang aman untuk dilalui. Selama proses perbaikan, kendaraan berat yang sifatnya kontainer bermuatan besar dilarang melalui jalur itu dan harus melakukan detour. Perbaikan akan dilaksanakan Desember 2016 dan kembali normal tanggal 1 April 2017.

Kami lepas rilis itu pada jam 10 pagi. Kenapa harus jam segitu? Karena saat krisis ada yang namanya golden time. Kalau rilis lewat dari masa itu, maka informasi yang muncul di running text adalah Jembatan Cisomang tidak aman, pemerintah tidak cermat mengelola jembatan, dan informasi negatif lainnya. Kalau sudah begitu, akan sulit bagi kami mengonternya.  

Terakhir, soal insiden penembakan di kawasan proyek pembangunan Trans Papua. Kalau yang ini kami menyebarkan rilis. Saat inilah masanya harus Menteri yang muncul di hadapan publik, bahkan hingga Presiden selaku hierarki tertinggi.  

Jadi apa do’s and don’ts ketika krisis?

Kita harus merespons krisis dengan cepat, tepat, terukur, dan timing-nya tepat. Kami memiliki bagian Strategi Komunikasi yang setiap hari tugasnya melakukan monitoring tentang informasi PUPR yang beredar di lini massa. Kalau ada berita negatif, merekalah yang akan menganalisis dari mana sumber beritanya, fakta atau hoaks, afiliasinya ke mana, sampai apa interest-nya.

“Saat krisis terjadi, kita harus meresponsnya dengan cepat, tepat, terukur, dan timing-nya tepat.”

Ketika ada kebutuhan yang spesifik, misalnya, rencana pemerintah menaikkan tarif tol, mereka yang akan menyiapkan data statistiknya, memonitor pergerakan medsos, memantau engagement yang selama ini telah kita lakukan, hungga mengukur sejauh mana awareness publik.

Selanjutnya, dari semua data yang terhimpun tadi, mereka akan menyusun strategi komunikasi. Mulai dari siapa narasumber yang tepat, dengan cara apa menyampaikannya, kontennya seperti apa, dan apa saja saluran komunikasi yang sebaiknya digunakan. Mereka juga yang akan memberikan usulan program. Ketika harus berkampanye, misalnya, berapa lama periodenya. Sampai yang tak kalah, kapan timing yang tepat untuk melakukan semua itu. Tiga bagian lainnya di biro kamilah yang kemudian akan mengesekusinya. 

Wah, ternyata semua serba terencana. Dari cerita yang Anda sampaikan, kami bisa simpulkan, Anda juga pembelajar yang cepat.

Bisa jadi karena latar belakang saya engineer. Faktor inilah yang mungkin membawa saya  secara natural membawa Biro Komunikasi Publik KemenPUPR menuju sesuatu yang lebih terukur. Sebagai engineer, kami terbiasa melihat sesuatu secara mendetail sampai ke angka. Contoh, soal followers dan peringkat volume pemberitaan yang tidak masuk nalar saya tadi. Setelah kami telaah, rupanya dulu tidak pernah dihitung, diukur, dan dimonitor pergerakannya. Sehingga ketika ada krisis, tidak ada data yang bisa menunjang kami terkait langkah apa yang harus kami lakukan setelah ini.

Seberapa strategis peran Biro Komunikasi Publik saat ini di mata Menteri dan institusi?

Kalau soal itu, saya kira harus ditanyakan langsung ke beliau. Tugas kami hanya melaporkan kembali kepada publik mulai dari bagaimana program itu disusun, dimulai, dikerjakan, sampai akhirnya selesai dan dapat dinikmati manfaatnya dengan kemasan yang mudah dipahami dan dicerna oleh masyarakat.

“Kami meyakini Pak Menteri telah memberikan trust kepada kami dan beliau tahu kami tidak akan menyia-nyiakan trust yang sudah diberikan.”

Sebenarnya untuk mengukur seberapa strategis peran kami itu dapat dilihat dari dukungan beliau. Seperti, selalu mengikutsertakan biro kami di dalam setiap aktivitasnya hingga kesediaan beliau mendengar dan mempertimbangkan setiap usulan kami. Tentu, semua usulan yang kami berikan sudah berdasarkan riset dan kami ukur dampaknya. Contoh sederhana, ketika Pak Menteri sudah over expose, beliau bersedia menerima pertimbangan kami agar slow down sedikit. 

Dari sana kami meyakini Pak Menteri telah memberikan trust kepada kami dan beliau tahu kami tidak akan menyia-nyiakan trust yang sudah diberikan. Bahwa kami akan selalu menjaga kementerian ini dari segala sesuatu sesuatu yang dapat menciderai reputasi seperti salah mengambil keputusan, pernyataan yang membuat blunder, ketidakpercayaan, apalagi sarat dengan kontroversi. 

“Kami akan selalu menjaga kementerian ini dari segala sesuatu sesuatu yang dapat menciderai reputasi.”

Sementara dukungan dari institusi bisa dilihat dari kemudahan kami ketika meminta data. Data yang masuk ke Pelaporan Pimpinan selanjutnya akan kami normalisasi menjadi laporan atau informasi yang ringan, menarik, menyentuh, dan istimewa karena dilengkapi rangkaian proses dalam bentuk foto, video pendek dan narasi yang bercerita (storytelling) sehingga mudah dicerna, dan publik bisa mengapresiasi dari sisi manfaatnya. Enggak ada lagi foto Pak Menteri sedang gunting pita. Kalau pun ada berita seremonial, informasinya kami letakkan paling belakang. Informasi yang kami kedepankan adalah prosesnya.

“Kalau ada berita seremonial, informasinya kami letakkan paling belakang. Informasi yang kami kedepankan adalah prosesnya.”

Nanti hasilnya kami kembalikan lagi berikut kreditnya (sumber data, foto, video) kepada mereka yang sudah memberikan data. Jadi, mereka yang sudah memberikan data itulah yang mendapat panggung dari pemberitaan yang telah kami normalisasi dan diseminasi kepada publik, bukan kami. Akhirnya, trust itu tumbuh, demand muncul dengan sendirinya  tanpa kita minta.

Anda memiliki latar belakang menulis, ya?

Saya banyak membaca. Selain itu, kebiasaan menormalisasi data selama 15 tahun di bagian planning and programming telah mengasah kemampuan saya untuk terbiasa memahami aspek rumit dan rigid menjadi sederhana, bisa dilunakkan dan membumi.   

Apa pesan yang sering Anda sampaikan kepada tim?

Pertama, fokus. Jangan sampai masalah baru justru timbul dari institusi kita sendiri hanya karena kita tidak fokus saat bekerja. Kedua, sensitif terhadap lingkungan agar kita tahu harus berbuat, caranya seperti apa, kapan waktunya. Ketiga, lengkapi data dan konteks sebagai bentuk edukasi agar masyarakat tidak hanya paham, tapi juga tahu kebutuhan dan manfaat dari program atau kebijakan yang dilakukan pemerintah. Keempat, selalu ingin tahu dan mau belajar sementara kompetensi bisa dipelajari. 

Jadi, Anda sudah beradaptasi dengan aktivitas humas, dong?

Hmm, di sini pekerjaannya tidak kenal waktu, ya. Kita harus selalu siap 24 jam. Handphone enggak pernah mati, harus terus menggali wawasan dan informasi terkini, membangun jejaring yang luas.

Apakah Anda masih memiliki waktu luang?

Nah, itulah yang hilang semenjak saya di sini. Waktu untuk keluarga berkurang, anak-anak juga sempat protes, terutama si bungsu yang masih duduk di kelas 4 SD. Jadi, kalau ada waktu luang, meski sedikit, selalu saya sempatkan untuk keluarga. Biasanya, kami pergi sekadar nonton bioskop bareng. Terakhir, kami nonton film Robin Hood.

Untuk memberikan pemahaman, saya sering menceritakan tentang aktivitas saya kepada mereka. Saya juga berbagi cerita tentang pencapaian yang sudah kami raih. Harapannya, tumbuh pengertian dan rasa bangga dari anak-anak. 

Masih sempat olahraga?

Masih. Berenang atau jogging. Yang sudah sangat jarang saya lakukan itu bermain catur. Padahal saya suka sekali dengan permainan ini. Sebagai pelepas kangen, saya tidak pernah melewatkan sedikit pun informasi tentang perkembangan percaturan terkini. Mulai dari siapa yang menjadi juara dunia saat ini, hingga varian dan strategi yang mereka gunakan.  

Mengapa catur?

Catur itu melatih kesabaran dan kepekaan dalam memilih strategi yang tepat dengan menggunakan instrumen yang kita miliki.

Siapa pemain catur favorit Anda?

Anatoly Karpov dari Rusia. Kalau dari dalam negeri, Utut Adianto. Mereka adalah ahli strategi. Nah, komunikasi juga basisnya strategi.  

Teh atau kopi?

Dua-duanya. Kalau teh saya lebih suka tanpa gula. Untuk kopi, saya suka jenis Arabica. Kalau dari asalnya, saya suka kopi Aceh dan Flores. Keduanya memiliki rasa asam yang tidak terlalu kuat, tapi masih berasa kopinya. Saya memang bukan penggemar kopi tipe single origin yang berat. 

Anda suka musik?  

Suka. Bahkan saya itu tipe orang yang kalau tidur mesti sembari mendengarkan musik. Kebiasaan itu terpaksa berhenti karena istri dan anak-anak saya kalau tidur harus hening. Kebiasaan itu baru bisa saya lakukan kalau sedang dinas ke luar kota. 

Jenis musik apa yang paling Anda sukai?

Pop rock seperti Queen, The Police, Duran-duran, U2. Saya pertama kali berkenalan dengan Queen itu tahun 1977, sejak masih duduk di kelas 1 SD. Beberapa waktu lalu, saya juga menyempatkan waktu untuk menonton film-nya, Bohemian Rhapsody.

Dulu, ada masanya saya menyukai jazz seperti Casiopea, Dave Grusin, Mezzoforte—kategori jazz yang menurut saya tidak terlalu berat dan masih bisa dinikmati oleh “orang awam” seperti saya. Hanya, kalau jenis musik rap, saya kurang begitu suka. Saya juga suka musik-musik kekinian seperti Coldplay, Ed Sheeran. 

Apa mimpi yang ingin dicapai?

Ingin membawa humas KemenPUR menjadi humas yang memenuhi standar dan kualifikasi profesional dan karya-karyanya diakui, kompeten, totalitas dan fokus—yang untuk bisa mencapai mimpi ini tidak bisa dikelola dengan cara PNS. (rtn)


Share post

Tentang Penulis
Humas

Humas