
Menjadi Kabiro Humas dan Keprotokolan Setda Provinsi Jawa Barat, Hermansyah sibuk menyusun strategi untuk menyampaikan pesan dari pimpinan daerah ke seluruh masyarakat. Sebab provinsi Jawa Barat adalah salah satu provini yang rawan karena penduduknya banyak dan padat.
JAKARTA, HUMASINDONESIA.ID - Ia bersama jajarannya pun merapatkan barisan. Mereka melakukan banyak kolaborasi dan aktif mengeluarkan berbagai produk komunikasi. Tujuannya, tak lain agar pesan pimpinan dan kebijakan pemda diterima dan dipahami hingga lapisan terbawah.
Kepada Ratna Kartika dari HUMAS INDONESIA melalui perbincangan secara virtual, Rabu (6/5/2020), pria yang hijrah dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Kalimantan Selatan ke Jawa Barat sejak 2019 ini bercerita tentang pengalaman, harapan dan impiannya terhadap humas pemerintah. Khususnya, Humas Pemprov Jabar.
Seperti apa dinamika jajaran Humas Pemprov Jabar selama pandemi Covid-19 ini?
Luar biasa. Sebenarnya kami sudah melakukan mitigasi dan edukasi sejak virus ini masih mewabah di Wuhan, Cina. Sekitar bulan November – Desember 2019. Ketika itu kami sudah membuat produk-produk komunikasi seputar Corona—dulu namanya masih Corona. Salah satunya, mengenai apa itu Corona.
Periode Januari – Maret 2020, kami mulai aktif mendorong masyarakat untuk melakukan serangkaian upaya pencegahan seperti cuci tangan dan pakai masker. Semenjak terkonfirmasi kasus positif pertama di Indonesia awal Maret 2020, kami makin intensif mengomunikasikan upaya-upaya pencegahan. Ketika itu, produk-produk kehumasan terkait pembangunan daerah serta-merta berubah. Program tiap dinas juga berubah. Hampir 95 persen kegiatan berkaitan dengan penanganan Covid-19.
Kami juga menggunakan semua sumber daya dan menghimpun informasi yang kami miliki di Humas Pemprov Jabar untuk memenuhi kebutuhan Divisi Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat. Di Divisi Gugus Tugas tersebut, saya ditunjuk sebagai ketuanya.
Apa tantangan yang dihadapi humas selama menjalankan aktivitas komunikasi di masa pandemi?
Tantangannya lebih kepada luasnya wilayah Jawa Barat. Meskipun kami sudah melakukan edukasi sejak awal, tapi kalau wabah itu sudah masuk ke Indonesia, dampaknya luar biasa. Terutama, bagi Jawa Barat. Hal ini dikarenakan pintu masuk Jawa Barat itu dari mana-mana.
Selain itu, walaupun di masa awal pandemi Jakarta menjadi episentrum kasus Covid-19, tapi sebagian besar warga Jawa Barat, khususnya Bodebek (Bogor, Depok, Bekasi), bekerja dan banyak melakukan aktivitas di Jakarta. Jadi, penularannya kepada warga Jabar itu cepat sekali.
Upaya apa saja yang sudah dilakukan?
Upaya yang kita lakukan sebenarnya sudah sangat luar biasa. Mulai dari melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) se-Bandung Raya, diikuti wilayah lainnya. Berdasarkan hasil evaluasi PSBB yang dilakukan di Jabodetabek dan Bandung Raya, kami melihat adanya tren penurunan kasus. Berkaca dari evaluasi tersebut, mudah-mudahan angka ini akan terus menurun.
Dari segala upaya yang sudah kami lakukan, harapan kita kepada masyarakat itu sebenarnya adalah bersama-sama disiplin menjalankan aturan yang sudah dibuat pemerintah. Antara lain, larangan mudik, menggunakan masker, jaga jarak saat ke luar rumah, sering mencuci tangan, melakukan pola hidup bersih dan sehat.
Dan, berbagai protokol kesehatan lainnya yang mesti dilakukan. Misalnya, tidak menyentuh anggota keluarga saat kembali ke rumah setelah beraktivitas di luar. Segera cuci tangan dan mandi. Disiplin untuk melakukan kebiasaan baru inilah yang harus dilakukan dan diyakini masyarakat sebagai bagian dari upaya untuk meminimalisasi penyebaran virus.
Khusus di Divisi Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, apa tantangan yang Anda jumpai?
Kolaborasi. Mulai dari kolaborasi dengan rekan-rekan antardivisi sampai instansi. Keduanya penting karena mereka memiliki perpanjangan tangan hingga ke tingkat desa, RW sampai RT. Contoh, Kodam memiliki jajaran sampai ke tingkat bawah dari Korem, Kodim, hingga Bintara Pembina Desa (Babinsa).
Kami juga berkolaborasi dengan tokoh masyarakat dan komunitas. Gugus Tugas ini melibatkan seluruh elemen masyarakat. Upaya dan produk komunikasi publik dari Divisi Komunikasi, kami sampaikan melalui bantuan mereka.
Dari semua produk komunikasi yang sudah diproduksi selama pandemi, sejauh mana efektivitasnya?
Kami tak memungkiri semenjak mitigasi di awal Januari sampai hari ini, sudah begitu banyak varian komunikasi yang kami produksi. Semua pesan dan informasi tersebut disesuaikan dengan aturan dan kebijakan terkini yang berkembang secara dinamis.
Kami belum bisa menjamin lebih dari 49 juta penduduk Jabar menerima dan memahami semua produk komunikasi yang kami buat. Pasti ada bolongnya. Apalagi sekitar 74 persen kemasan produk komunikasi kami ditujukan untuk konten media sosial. Sisanya, media cetak, televisi dan radio.
Sementara seperti yang kita ketahui, tidak semua masyarakat melek media sosial/digital. Terutama, mereka yang tinggal di daerah terpencil. Untuk itu kami masih menggunakan media luar ruang seperti baliho, poster, spanduk, termasuk buku saku.
Buku saku ini kami distribusikan kepada Babinsa dan Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas). Bahkan, hingga tingkat RT. Buku saku memuat jawaban dari setiap pertanyaan yang mungkin dan kerap diajukan masyarakat. Serta, segala hal yang menjadi kebijakan dan sudah dilakukan pemerintah. Beberapa pesan juga kami kemas dengan menggunakan bahasa lokal atau bahasa daerah agar masyarakat mudah memahami maksud dari pesan/informasi yang kami buat.
Melalui berbagai upaya ini, kami berharap kesadaran terhadap bahaya pandemi dan kedisiplinan masyarakat mematuhi aturan pemerintah makin meningkat. Pun apabila mereka termasuk kelompok masyarakat yang kesehariannya harus keluar rumah, tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.
Saat krisis, apalagi berkepanjangan seperti pandemi, langkah apa yang harus dilakukan oleh humas?
Pertama, hindari informasi yang sifatnya bias. Jangan menyampaikan informasi yang keliru. Pastikan informasi yang kita berikan itu benar. Datanya valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga, masyarakat percaya dengan segala program dan upaya yang sudah atau sedang dilakukan pemerintah.
Kedua, gunakan pemilihan kata yang baik dan tidak menimbulkan mispresepsi. Ketiga, tunjuk juru bicara. Tidak harus dari humas, yang penting punya kapabilitas. Kami dari humas bertugas menyuplai kebutuhan data dan konten yang diperlukan. Tujuannya, agar informasi keluar dari satu pintu. Informasi yang disampaikan juga tepat, terukur dan dipastikan tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda di tengah masyarakat.
Seperti apa latar belakang karier Anda?
Saya mengawali karier sebagai PNS di Kalimantan Selatan sejak 1 April 1993. Jadi, total saya mengabdi sebagai ASN hingga hari ini sudah 27 tahun. Di Kalimantan Selatan, saya lama berkiprah di Badan Perencanaan Daerah (Bappeda). Tepatnya, selama 16 tahun. Awal Januari 2009, saya mendapat amanah sebagai Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Kalsel. Saya mengemban tugas itu selama 3,5 tahun.
Ketika itu, humas adalah ranah yang benar-benar baru bagi saya. Saya sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman baik itu di humas maupun komunikasi. Pendidikan S1 saya, Pertanian. Sementara saat menempuh S2, saya mengambil Jurusan Ekonomi Pembangunan. Jurusan itu saya pilih karena erat kaitannya dengan pekerjaan yang sedang saya geluti di Bappeda.
Jadi, ketika pertama kali mendapat amanah sebagai humas, terus terang, saya seperti tersesat. Ha-ha! Meski begitu, saya menikmati. Saya menerimanya sebagai sesuatu yang mengasyikkan. Buat saya, amanah ini adalah kesempatan dan pengalaman luar biasa. Karena dari pengalaman ini, saya berpeluang mendapatkan ilmu dan teman-teman baru yang jauh berbeda dari zona nyaman saya selama berkiprah di Bappeda.
Saya akui, ketika memasuki dunia humas, saya sedikit terbata-bata di awal. Tapi, saya selalu ingat pesan pimpinan ketika itu, “Bertemanlah dan bangun komunikasi yang baik dengan rekan media.” Mungkin itu juga yang menjadi salah satu alasan saya ditempatkan di humas. Pimpinan melihat kemampuan yang ada dalam diri saya, tapi tidak tampak oleh saya. Salah satunya, kemampuan berkomunikasi dan suka berteman.
Lalu, apa yang akhirnya melatarbelakangi Anda hijrah dari Pemprov Kalimantan Selatan ke Jawa Barat?
Terkait kepindahan itu adalah suatu keputusan dan pilihan yang harus saya lakukan. Jadi, faktor utamanya itu datang dari keluarga. Keluarga saya sebagian besar tinggal di Jawa Barat. Termasuk, mertua saya. Dorongan itu juga datang dari istri saya. Sebagai sulung dari tiga bersaudara, ia ingin lebih dekat dan mendampingi orangtuanya yang sudah sepuh.
Kepindahan ini juga dilatarbelakangi oleh anak-anak kami yang beranjak masuk perguruan tinggi. Kami melihat ada lebih banyak pilihan jurusan kuliah di Jawa Barat. Di sisi lain, saya juga sudah mendekati masa pensiun, lima tahun lagi. Saya ingin sisa pengalaman ini ditutup dengan cerita dan pengalaman baru, di luar dari zona nyaman saya. Dari sekian banyak pertimbangan tadi, saya meyakinkan diri dan memantapkan hati bahwa inilah langkah yang harus saya ambil.
Momennya tepat dan peluangnya ada. Benar begitu, ya?
Benar sekali. Sebab saat itu, tepatnya akhir 2018, Jawa Barat yang dipimpin oleh Gubernur Ridwan Kamil melakukan seleksi eselon 2 secara open bidding atau lelang jabatan. Salah satunya, untuk Kabiro Humas dan Keprotokolan Setda Provinsi Jabar.
Ketika itu, jabatan terakhir saya, Asisten Daerah Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kalsel. Yang melatarbelakangi saya mantap memilih jabatan sebagai Kabiro Humas dan Keprotokolan Setda Jabar ini karena sedikit banyak saya sudah memiliki pengalaman.
Anda hijrah ke wilayah yang “area jajahannya” terbilang luas. Bahkan, kedua terluas se-Pulau Jawa. Apakah sebelumnya Anda pernah tinggal di Jabar?
Sebenarnya, sejak kecil saya kerap berpindah-pindah tempat tinggal. Lahir di Malang, Jawa Timur. Besar di Kalimantan, tapi dapat istri orang Bandung.
Jadi, keputusan hijrah ini karena alasan keluarga, ya. Tadinya kami pikir gara-gara Gubernur-nya Ridwan Kamil. He-he.
Itu juga salah satu alasannya. Sebab, kalau bukan beliau Gubernur-nya, mungkin tidak ada kesempatan open bidding. Kebetulan mekanismenya juga baru ada ketika itu.
Apakah ada pesan khusus dari Kang Emil?
Beliau ingin humas bisa mengomunikasikan apa yang menjadi dan sedang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sehingga, melalui komunikasi yang efektif, program-program pemerintah bisa mencapai sasaran, dapat dipahami dan dukungan masyarakat.
Apa pengalaman yang Anda rasakan selama setahun ini?
Banyak. Menurut saya, hal yang paling menantang di Jawa barat itu justru dinamikanya. Wilayahnya yang luas dan jumlah penduduknya banyak membuat dinamika di Jawa Barat tinggi sekali. Keinginan masyarakatnya juga beragam. Kondisi tersebut membuat tugas humas membangun kepercayaan publik melalui diseminasi pemberitaan dan produk komunikasi terasa jauh lebih menantang.
Dengan tantangan itu, kompetensi apa yang dibutuhkan oleh humas saat ini?
Sebagai ASN, karier berkembang mengikuti jabatan yang mereka duduki saat ini. Jadi, ketika mereka menduduki posisi tertentu, berusahalah untuk paham dan merasa nyaman. Dengan cara itu, saya yakin mereka bisa menjawab semua kebutuhan dan tantangan di pekerjaannya.
Jadi, menurut saya, kompetensi terpenting yang harus dimiliki setiap ASN adalah keinginan untuk terus belajar, bekerja dengan sungguh-sungguh dan menyenangi pekerjaan itu. Daripada mereka yang memiliki latar belakang pendidikan, tapi tidak memiliki kemauan untuk belajar. Meski ilmunya sesuai dengan bidang pekerjaannya, keberadaannya tidak bisa membantu lembaga berkembang menjadi lebih baik.
Saya melihat kemauan belajar itu ada pada setiap insan Biro Humas Pemprov Jabar. Saya pun percaya dengan mereka. Kemauan belajar itu terbukti dari capaian-capaian yang sudah dihimpun oleh Humas Pemprov Jabar. Salah satunya, apresiasi dari PR INDONESIA.
Meski apresiasi yang kami peroleh itu bukan tujuan utama. Setidaknya, bisa menjadi tolok ukur bahwa produk komunikasi yang selama ini kami produksi dapat diterima baik oleh masyarakat. Padahal sebagian besar Humas Pemprov Jabar ini bukan berlatar belakang humas.
Pesan apa yang sering Anda tekanan kepada jajaran humas?
Kita harus bekerja sesuai tugas pokok dan mau belajar. Jika dalam perjalanannya ada dinamika yang harus kita hadapi, ikhlas dan tuntaskan dengan sungguh-sungguh. Lainnya tak kalah penting, bersikaplah jujur.
Apa prinsip hidup Anda?
Mengalir seperti air. Selalu berupaya menyenangi pekerjaan di mana pun saya berada dan ditempatkan. Cara ini dapat membuat saya lebih nyaman dalam bekerja dan mudah diterima di lingkungan. Selain itu, sederhana dalam berpikir. Jangan neko-neko. Bekerja untuk mencapai sasaran yang memang sudah kita buat dan untuk memenuhi harapan dari pimpinan. (rtn)
